Peristiwa Madiun/PKI DI/TII, G 30 S/PKI dan
Konflik-Konflik Internal Lainnya
Setelah Indonesia mencapai
kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, berarti Indonesia mempunyai sistem
pemerintahan sendiri. Akan tetapi, ada beberapa golongan yang tidak setuju
dengan sistem pemerintahan tersebut. Sehingga mereka melakukan pemberontakan,
seperti Peristiwa Madiun/PKI, DI /TII, G 30 S /PKI dan konflik-konflik internal
lainnya.
1.
Peristiwa
Madiun/PKI dan Cara yang Dilakukan Pemerintah dalam Penanggulangannya
Pemberontakan ini terjadi
pada tahun 1948 ini merupakan pengkhianatan terhadap bangsa Indonesia ketika
sedang berjuang melawan Belanda yang berupaya menanamkan kembali kekuasaannya
di Indonesia. Pemimpin pemberontakan ini di antaranya adalah Amir Syarifuddin
dan Musso. Amir Syarifudin adalah mantan Perdana Menteri dan menandatangani
Perjanjian Renville. Ia merasa kecewa karena kabinetnya jatuh kemudian
membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada tanggal 28 Juni 1948 dan melakukan
pemberontakan di Madiun. Dan Musso
adalah Tokoh PKI yang pernah gagal melakukan pemberontakan terhadap pemerintah
Hindia Belanda pada tahun 1926. Setelah gagal ia melarikan diri ke luar negeri.
Selanjutnya ia pulang ke Indonesia bergabung dengan Amir Syarifuddin untuk
mengadakan propaganda-propaganda anti pemerintah di bawah pimpinan
Sukarno-Hatta.
Front Demokrasi Rakyat (FDR) ini
didukung oleh Partai Sosialis Indonesia, Pemuda Sosialis Indonesia, PKI, dan
Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). Kelompok ini seringkali
melakukan aksi-aksinya antara lain:
(1) melancarkan propaganda anti pemerintah,
(2) mengadakan pemogokan-pemogokan kerja bagi para buruh di perusahaan misalnya di pabrik karung di Delanggu Klaten.
(3) melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya dalam bentrokan senjata di Solo tanggal 2 Juli 1948, Komandan Divisi LIV yakni Kolonel Sutarto secara tiba-tiba terbunuh. Pada tanggal 13 September 1948 tokoh pejuang 1945, Dr. Moewardi diculik dan dibunuh.
(1) melancarkan propaganda anti pemerintah,
(2) mengadakan pemogokan-pemogokan kerja bagi para buruh di perusahaan misalnya di pabrik karung di Delanggu Klaten.
(3) melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya dalam bentrokan senjata di Solo tanggal 2 Juli 1948, Komandan Divisi LIV yakni Kolonel Sutarto secara tiba-tiba terbunuh. Pada tanggal 13 September 1948 tokoh pejuang 1945, Dr. Moewardi diculik dan dibunuh.
Aksi pengacauan di Solo yang
dilakukan PKI ini selanjutnya meluas dan mencapai puncaknya pada tanggal 18
September 1948. PKI berhasil menguasai Madiun dan sekitarnya seperti Blora,
Rembang, Pati, Kudus, Purwadadi, Ponorogo, dan Trenggalek. PKI mengumumkan
berdirinya “Soviet Republik Indonesia.” Setelah
menguasai Madiun para pemberontak melakukan penyiksaan dan pembunuhan
besar-besaran. Pejabat-pejabat pemerintah, para perwira TNI dan polisi,
pemimpin-pemimpin partai, para ulama, dan tokoh-tokoh masyarakat banyak yang
menjadi korban keganasan PKI.
Pemberontakan PKI di
Madiun ini bertujuan meruntuhkan pemerintah RI yang berdasarkan Proklamasi 17
Agustus 1945 yang akan diganti dengan pemerintahan yang berdasar paham komunis.
Kekejaman PKI ketika melakukan pemberontakan pada
tanggal 18 September 1948 tersebut mengakibatkan kemarahan rakyat. Oleh karena
itu pemerintah bersama rakyat segera mengambil tindakan
tegas terhadap kaum pemberontak. Dalam usaha mengatasi keadaan, Pemerintah
mengangkat Kolonel Gatot Subroto sebagai Gubernur Militer Daerah Istimewa
Surakarta dan sekitarnya, yang meliputi Semarang, Pati, dan Madiun. Panglima
Jenderal Sudirman segera memerintahkan kepada Kolonel Gatot Soebroto di Jawa
Tengah dan Kolonel Soengkono di Jawa Timur agar mengerahkan kekuatan kekuatan
TNI dan polisi untuk menumpas kaum pemberontak. Karena Panglima Besar Jenderal
Sudirman sedang sakit maka pimpinan operasi penumpasan diserahkan kepada
Kolonel A. H. Nasution, Panglima Markas Besar Komando Jawa (MBKD). Walaupun
dalam operasi penumpasan PKI Madiun ini menghadapi kesulitan karena
sebagian besar pasukan TNI menjaga garis demarkasi menghadapi Belanda, dengan
menggunakan dua brigade kesatuan cadangan umum Divisi III Siliwangi dan brigade
Surachmad dari Jawa Timur serta kesatuan-kesatuan lainnya yang setia kepada
negara Indonesia maka pemberontak dapat ditumpas. Pada
tanggal 30 September 1948 seluruh kota Madiun dapat direbut kembali oleh TNI.
Musso yang melarikan diri ke luar kota dapat dikejar dan ditembak TNI. Sedangkan
Amir Syarifuddin tertangkap di hutan Ngrambe, Grobogan, daerah Puwadadi dan
dihukum mati. Akhirnya pemberontakan PKI di Madiun dapat dipadamkan meskipun
banyak memakan korban dan melemahkan kekuatan pertahanan RI.
2. Peristiwa DI/TII dan Cara yang Dilakukan
Oleh Pemerintah dalam Penanggulangannya
Pada tanggal 7 Agustus
1949 di suatu desa di Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat), Sekarmadji Maridjan
Kartosuwirjo memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia. Gerakannya
dinamakan Darul Islam (DI) sedang tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia
(TII). Gerakan ini dibentuk pada saat Jawa Barat ditinggal oleh pasukan
Siliwangi yang berhijrah ke Yogyakarta dan Jawa Tengah dalam rangka melaksanakan ketentuan dalam Perundingan
Renville. Usaha untuk menumpas pemberontakan DI/TII ini memerlukan waktu yang
lama disebabkan oleh beberapa faktor, yakni :
(1) medannya berupa daerah
pegunungan-pegunungan sehingga sangat mendukung pasukan DI/TII untuk
bergerilya,
(2) pasukan Kartosuwiryo dapat
bergerak dengan leluasa di kalangan rakyat,
(3) pasukan DI /TII mendapat bantuan
dari beberapa orang Belanda, antara lain pemilik-pemilik perkebunan dan para
pendukung negara Pasundan,
(4) suasana politik yang tidak stabil dan sikap beberapa kalangan partai politik telah mempersulit usaha-usaha pemulihan keamanan.
(4) suasana politik yang tidak stabil dan sikap beberapa kalangan partai politik telah mempersulit usaha-usaha pemulihan keamanan.
Selanjutnya dalam
menghadapi aksi DI/TII pemerintah mengerahkan pasukan TNI untuk menumpas
gerombolan ini. Pada tahun 1960 pasukan Siliwangi bersama rakyat melakukan
operasi “Pagar Betis” dan operasi “Bratayudha.” Pada tanggal 4 Juni 1962 SM.
Kartosuwiryo beserta para pengawalnya dapat ditangkap oleh pasukan Siliwangi
dalam operasi “Bratayudha” di Gunung Geber, daerah Majalaya, Jawa Barat.
Kemudian SM. Kartosuwiryo oleh Mahkamah Angkatan Darat dijatuhi hukuman mati
sehingga pemberontakan DI/ TII di Jawa Barat dapat dipadamkan.
Gerombolan DI/TII ini tidak hanya di
Jawa Barat akan tetapi di Jawa Tengah juga muncul pemberontakan
yang didalangi oleh DI/ TII. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah di bawah
pimpinan Amir Fatah yang bergerak di daerah Brebes, Tegal, dan Pekalongan. dan
Moh. Mahfudh Abdul Rachman (Kiai Sumolangu). Untuk menumpas pemberontakan ini
pada bulan Januari 1950 pemerintah melakukan operasi kilat yang disebut
“Gerakan Banteng Negara” (GBN) di bawah Letnan Kolonel Sarbini (selanjut-nya
diganti Letnan Kolonel M. Bachrun dan kemudian oleh Letnan Kolonel A. Yani).
Gerakan operasi ini dengan pasukan “Banteng Raiders.” Sementara itu di daerah
Kebumen muncul pemberontakan yang merupakan bagian dari DI/ TII, yakni
dilakukan oleh “Angkatan Umat Islam (AUI)” yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahudz
Abdurachman yang dikenal sebagai “Romo Pusat” atau Kyai Somalangu. Untuk
menumpas pemberontakan ini memerlukan waktu kurang lebih tiga bulan.
Pemberontakan DI/TII juga
terjadi di daerah Kudus dan Magelang yang dilakukan oleh Batalyon 426 yang
bergabung dengan DI/TII pada bulan Desember 1951. Untuk menumpas pemberontakan
ini pemerintah melakukan “Operasi Merdeka Timur” yang dipimpin oleh Letnan
Kolonel Soeharto, Komandan Brigade Pragolo. Pada
awal tahun 1952 kekuatan Batalyon pemberontak terrsebut dapat dihancurkan dan
sisa- sisanya melarikan diri ke Jawa Barat dan ke daerah GBN.
3.
Pemberontakan
DI/TII di Aceh
Gerombolan DI/ TII juga m elakukan
pemberontakan di Aceh yang dipimpin oleh Teuku Daud Beureuh. Adapun penyebab
timbulnya pemberontakan DI/TII di Aceh adalah kekecewaan Daud Beureuh karena
status Aceh pada tahun 1950 diturunkan dari daerah istimewa menjadi karesidenan
di bawah Provinsi Sumatera Utara. Pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureuh
yang waktu itu menjabat sebagai gubernur militer menyatakan bahwa Aceh
merupakan bagian dari Negara Islam Indonesia di bawah pimpinan SM.
Kartosuwiryo. Dalam menghadapi pemberontakan DI/ TII di Aceh ini semula
pemerintah menggunakan kekuatan senjata. Selanjutnya atas prakarsa Kolonel M.
Yasin, Panglima Daerah Militer I/Iskandar Muda, pada tanggal 17-21 Desember
1962 diselenggarakan “Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh” yang mendapat dukungan
tokohtokoh masyarakat Aceh sehingga pemberontakan DI/ TII di Aceh dapat dipadamkan.
Di Sulawesi Selatan juga timbul
pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh Kahar Muzakar. Pada tanggal 30 April
1950 Kahar Muzakar menuntut kepada pemerintah agar pasukannya yang tergabung
dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan dimasukkan ke dalam Angkatan Perang RIS
(APRIS). Tuntutan ini ditolak karena harus melalui penyaringan.
Pemerintah melakukan pendekatan
kepada Kahar Muzakar dengan memberi pangkat Letnan Kolonel. Akan tetapi pada
tanggal 17 Agustus 1951 Kahar Muzakar beserta anak buahnya melarikan diri ke
hutan dan melakukan aksi dengan melakukan teror terhadap rakyat. Untuk
menghadapi pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan ini pemerintah melakukan
operasi militer. Baru pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil ditangkap
dan ditembak mati sehingga pemberontakan DI/TII di Sulawesi dapat dipadamkan.
4.
Pemberontakan
DI /TII di Kalimantan Selatan
Pada bulan Oktober 1950 DI/ TII juga
melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hajar.
Para pemberontak melakukan pengacauan dengan menyerang pospos kesatuan TNI.
Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan
pendekatan kepada Ibnu Hajar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan
diterima menjadi anggota TNI. Ibnu Hajar pun menyerah, akan tetapi setelah
menyerah melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi. Selanjutnya
pemerintah mengerahkan pasukan TNI sehingga pada akhir tahun 1959 Ibnu Hajar
beserta seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan dimusnahkan.
4.
Pemberontakan G 30 S/PKI dan Cara Penumpasannya
Tantangan yang dihadapi NKRI ketika
Demokrasi Terpimpin dilaksanakan dan munculnya krisis ekonomi nasional
merupakan peluang paham komunis untuk berkembang. Prinsip Nasakom yang
dilaksanakan pada waktu itu memberi kesempatan kepada PKI dan organisasi
pendukungnya untuk memperluas pengaruhnya. Melihat kondisi ekonomi yang
memprihatinkan serta kondisi sosial politik yang penuh dengan gejolak pada awal
tahun 1960-an maka PKI berusaha menyusun kekuatan dan melakukan pemberontakan.
Sebelum melakukan pemberontakan, PKI melakukan berbagai cara agar mendapat
dukungan yang luas di antaranya sebagai berikut.
- PKI menyatakan dirinya sebagai pejuang perbaikan nasib rakyat serta berjanji akan menaikkan gaji dan upah buruh, pembagian tanah dengan adil, dan sebagainya.
- PKI juga mencari pendukung dari berbagai kalangan mulai dari para petani, buruh kecil, pegawai rendahan baik sipil maupun militer, seniman, wartawan, guru, mahasiswa, dosen, intelektual, dan para perwira ABRI.
- Pengaruh PKI yang besar dalam bidang politik sehingga memengaruhi terhadap kebijakan pemerintah. Misalnya, semua organisasi yang anti komunis dituduh sebagai anti pemerintah. Manifesto Kebudayaan (Manikebu), sebagai organisasi para seniman dibubarkan pemerintah pada bulan Mei 1964. Kebijakan politik luar negeri RI pada waktu itu lebih condong ke Blok Timur yakni dengan terbentuknya Poros Jakarta-Peking.
Puncak ketegangan politik terjadi
secara nasional pada dini hari tanggal 30 September 1965 atau awal tanggal 1
Oktober 1965, yakni terjadinya penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira
Angkatan Darat. Penculikan ini dilakukan oleh sekelompok militer yang menamakan
dirinya sebagai Gerakan 30 September. Aksi ini di bawah pimpinan Letnan Kolonel
Untung, komandan Batalyon I Cakrabirawa. Para pimpinan TNI AD yang diculik dan
dibunuh oleh kelompok G 30 S/ PKI tersebut adalah sebagai berikut.
a. Letnan Jenderal Ahmad Yani.
b. Mayor Jenderal R. Suprapto.
c. Mayor Jenderal Haryono MT.
d. Mayor Jenderal S. Parman.
e. Brigadir Jenderal DI. Panjaitan.
f. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.
g. Letnan Satu Pierre Andreas Tendean.
b. Mayor Jenderal R. Suprapto.
c. Mayor Jenderal Haryono MT.
d. Mayor Jenderal S. Parman.
e. Brigadir Jenderal DI. Panjaitan.
f. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.
g. Letnan Satu Pierre Andreas Tendean.
Dalam peristiwa tersebut Jenderal
Abdul Haris Nasution yang menjabat sebagai Menteri Kompartemen Hankam/ Kepala
Staf Angkatan Darat berhasil meloloskan diri dari pembunuhan akan tetapi putri
beliau, Irma Suryani Nasution tewas akibat tembakan para penculik. Letnan Satu
Pierre Andreas Tendean, ajudan Jenderal Nasution juga tewas dalam peristiwa
tersebut. Selain itu Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun, pengawal rumah Wakil
Perdana Menteri II Dr. J. Leimena juga menjadi korban keganasan PKI. Peristiwa
pembunuhan oleh G 30 S/ PKI yang terjadi di Yogyakarta mengakibatkan gugurnya
dua orang perwira TNI AD yakni Kolonel Katamso Dharmokusumo dan Letnan Kolonel
Sugiyono. Pada hari Jum’at pagi tanggal 1 Oktober 1965 “Gerakan 30 September “
telah menguasai dua buah sarana komunikasi vital, yakni studio RRI Pusat di
Jalan Merdeka Barat, Jakarta dan Kantor PN Telekomunikasi di Jalan Merdeka
Selatan. Melalui RRI pagi itu pukul 07.20 dan diulang pada pukul 08.15
disiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September. Diumumkan antara lain bahwa
gerakan ditujukan kepada jenderal- jenderal anggota Dewan Jenderal yang akan
mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Dengan pengumuman ini maka masyarakat
menjadi bingung.
Menghadapi situasi politik yang
panas tersebut Presiden Sukarno berangkat menuju Halim Perdanakusumah, dan
segera mengeluarkan perintah agar seluruh rakyat Indonesia tetap tenang dan
meningkatkan kewaspadaan serta memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Mayor
Jenderal Suharto selaku Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD)
mengambil alih komando Angkatan Darat, karena belum adanya kepastian mengenai
Letnan Jenderal Ahmad Yani yang menjabat Menteri Panglima Angakatan Darat.
Dengan menghimpun pasukan lain termasuk Divisi Siliwangi, dan Resimen Para
Komando Angkatan Darat (RPKAD) di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edi Wibowo,
panglima Kostrad mulai memimpin operasi penumpasan terhadap Gerakan 30
September. Tindakan-tindakan yang dilakukan dalam operasi ini sebagai berikut.
(1) Pada tanggal 1 Oktober 1965
operasi untuk merebut kembali RRI dan Kantor Telkomunikasi sekitar pukul 19.00.
Dalam sekitar waktu 20 menit operasi ini berhasil tanpa hambatan. Selanjutnya
Mayor Jenderal Soeharto selaku pimpinan sementara Angkatan Darat mengumumkan
lewat RRI yang isinya sebagai berikut.
(a) Adanya usaha usaha perebutan kekuasaan oleh yang menamakan dirinya Gerakan 30 September.
(b) Telah diculiknya enam tinggi Angkatan Darat.
(c ) Presiden dan Menko Hankam/Kasab dalam keadaan aman dan sehat.
(d) Kepada rakyat dianjurkan untuk tetap tenang dan waspada.
(a) Adanya usaha usaha perebutan kekuasaan oleh yang menamakan dirinya Gerakan 30 September.
(b) Telah diculiknya enam tinggi Angkatan Darat.
(c ) Presiden dan Menko Hankam/Kasab dalam keadaan aman dan sehat.
(d) Kepada rakyat dianjurkan untuk tetap tenang dan waspada.
(2) Menjelang sore hari pada tanggal
2 Oktober 1965 pukul 06.10 operasi yang dilakukan oleh RPKAD yang dipimpin oleh
Kolonel Sarwo Edhi Wibowo dan Batalyon 328 Para Kujang. Operasi ini berhasil
menguasai beberapa tempat penting dapat mengambil alih beberapa daerah termasuk
daerah sekitar bandar udara Halim Perdanakusumah yang menjadi pusat kegiatan
Gerakan 30 September.
(3) Dalam operasi pembersihan di
kampung Lubang Buaya pada tanggal 3 Oktober 1965, atas petunjuk seorang anggota
polisi, Ajun Brigadir Polisi Sukitman diketemukan sebuah sumur tua tempat
jenazah para perwira Angkatan Darat dikuburkan. Mereka yang menjadi korban
kebiadaban PKI tersebut mendapat penghargaan sebagai pahlawan revolusi.
Ketika gerakan 30 September ini
menyadari tidak adanya dukungan dari masyarakat maupun anggota angkatan
bersenjata lainnya, para pemimpin dan tokoh pendukung Gerakan 30 September
termasuk pemimpin PKI D.N. Aidit segera melarikan diri. Dengan demikian
masyarakat semakin mengetahui bahwa Gerakan 30 September yang sebenarnya
melakukan pengkhianatan terhadap negara ini.
** BANJIR BANJIR BANJIR UANG DI MEJA **
BalasHapusVIPbandarQ - YOUR No #1 BandarQ Online Indonesia
----------------------------------------------
Menyediakan 7 Jenis Permainan TerFAVORIT
BANDAR Q | ADU Q | DOMINO QQ | POKER | CAPSA SUSUN | Bandar Poker | Sakong (New Game) ----------------------------------------------
Di Dukung 5 Bank Ternama di INDONESIA
BCA - MANDIRI - BRI - BNI - DANAMON
----------------------------------------------
Bonus Terbesar di VIPbandarQ
1. Bonus Refferal TANPA SYARAT
2. Bonus Rolligan TIAP MINGGU
----------------------------------------------
Selalu Ada Kejutan Untuk Member VIPBANDARQ
----------------------------------------------
Gabung Sekarang Juga dan Raih Kemenangan Puluhan Juta Setiap Hari
CS ONLINE 24/7
BBM : 55AB0E6C
INSTAGRAM : VIPBANDARQORG
SKYPE : VIPBANDARQ
FACEBOOK : VIPBANDARQ
www. VIPBANDARQ. org
GAME JUDI ONLINE TERBESAR SE ASIA
BalasHapusDEWAKIUKIU MENYEDIAKAN BONUS MENARIKN
- BONUS ROLLINGAN TERBESAR
- BONUS REFERALL SEUMUR HIDUP
MEBYEDIAKAN 7 GAME DALAM 1 USER ID :
- BANDARQ
- SAKONG
- CAPSA
- POKER
- BANDAR POKER
- DOMINOQQ
- ADUQ
DAN DI DUKUNG OLEH LIMA BANK TERNAMA :
- BCA
- MANDIRI
- BNI
- BRI
- DANAMON
KE UNGGULAN DEWAKIUKIU :
- CS 24 JAM SIAP MELAYANI
- PROSES DEPO & WD CEPAT
- MUDAH MENANGNYA
- SITUS GAME ONLINE TERPERCAYA
- SITUS GAME ONLINE TERBESAR
- 100 % FAIR PLAY
- NO ROBOT
- MINIMAL DEPO & WD 15 RIBU
BBM :33428C8D
WA :+8559262762654
SILAHKAN DI ADD
TUNGGU APA LAGI ???
SEGERA DAFTARKAN DAN BERGABUNG
DI DEWAKIUKIU.NET